NavigasiKreatif.id, SEMARANG — Rombongan Dinas Kebudayaan Kota Makassar yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Andi Pattiware, melakukan kunjungan studi tiru ke Gedung Oudetrap di kawasan Kota Lama Semarang, Selasa (29/10/2025).
Kunjungan ini bertujuan mempelajari strategi pelestarian kawasan bersejarah dan pengelolaan ruang publik berbasis budaya yang telah sukses diterapkan di Kota Lama.
Rombongan diterima oleh Kepala Badan Pengelola Situs Kota Lama Semarang, Dr. Bunyamin, bersama Sekretaris Nik Sutiyani. Diskusi berlangsung hangat dan produktif, membahas strategi pelestarian berbasis regulasi, kolaborasi lintas sektor, serta pemanfaatan kawasan bersejarah sebagai ruang ekonomi dan budaya yang hidup.
Usai berdiskusi, rombongan Dinas Kebudayaan Makassar menyusuri lorong-lorong Kota Lama Semarang. Mereka menyaksikan langsung bagaimana revitalisasi bangunan bersejarah menjelma menjadi kafe, galeri seni, museum mini, hingga ruang publik yang aktif dan menarik bagi wisatawan serta pelaku ekonomi kreatif.
Kepala Dinas Kebudayaan Makassar, Andi Pattiware, menyampaikan apresiasinya atas sambutan hangat Pemerintah Kota Semarang. Ia menilai keberhasilan Kota Lama menjadi contoh nyata bagaimana kebudayaan mampu menggerakkan ekonomi dan memperkuat identitas kota.

“Kami belajar banyak dari Kota Lama Semarang. Mereka berhasil menjaga keaslian kawasan bersejarah, namun tetap menghidupkannya sebagai ruang ekonomi dan budaya yang berdenyut. Ini inspirasi besar untuk kita di Makassar,” ujar Andi Pattiware.
Menurutnya, hasil studi tiru ini akan menjadi bahan penting dalam merancang arah baru pengelolaan kawasan bersejarah Makassar, terutama di sekitar Fort Rotterdam.
“Fort Rotterdam bukan hanya situs sejarah, tapi juga ruang identitas Kota Makassar. Kami ingin menghidupkan kembali kawasan ini menjadi ruang publik yang aktif tanpa menghilangkan nilai sejarahnya,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, termasuk pelaku usaha, komunitas seni, dan masyarakat sekitar, agar pelestarian kawasan bersejarah tidak sebatas fisik.
“Pelestarian warisan budaya harus melibatkan masyarakat. Ketika warga merasa memiliki, maka upaya menjaga dan memanfaatkannya akan berjalan secara alami dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi langkah strategis Pemkot Makassar untuk mewujudkan pengelolaan kawasan bersejarah yang berdaya saing, serta mendukung visi Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dalam menjadikan Makassar kota inklusif, kreatif, dan berbasis kebudayaan.









